Rumah Tradisional
Rumah Tradisional Jawa
Rumah
merupakan kebutuhan pokok manusia setelah pangan dan sandang. didalam
perkembangannya rumah tidak hanya merupakan sarana untuk berteduh dari hujan
dan teriknya matahari, yang berarti hanya sekedar memenuhi fungsi teknis, namung
sudah berkembang dengan mempertimbangkan fungsi estetis dan filosofis. dengan
demikian pemghuni rumah akan merasakan aman,dan terpenuhi rasa seni dan
kebutuhan spiritualnya. pengaruh lebih lanjut akan perkembangan fungsi rumah
tinggal tersebut akan melahirkan bentuk arsitektur rumah jawa dari yang paling
sederhana yakni bentuk Panggang Pe, Kampung, Limasan dan Joglo.
Salah satu rumah
yang cukup tua dan masuk dalam Bangunan Cagar Budaya terletak di Pakemtegal,
Desa Pakem Binangun, Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman, yang dibangun oleh
seorang lurah bernama Gunodihardjo sekitar tahun 1860 M. Tata ruang rumah ini
cukup lengkap dari kuncungan, serambi, pendhapa, pringgitan, , dalem ageng,
gandhok, gadri, pawon, pekiwen, dan gedhongan. rumah ini berbahan utama kayu
nangka dan kayu glugu (pohon kelapa). bagi orang pedesaan bahan bangunan kayu
nangka lebih dibanggakan disamping kayu nangka bertekstur indah, jumlah pohon
nangka terbatas karena tidak ada hutan nangka.
sumber Ir. yuwono
sri suwito, M.M.
Kuncung
adalah bangunan
terdepan dari rumah tradisional jawa. Lantai kuncung lebih rendah dari lantai
Pendhapa berfungsi sebagai tempat pemberhentian kendaraan tamu atau pemilik
rumah, sedangkan lantai kuncung yang sebidang dengan lantai pendhapa berfungsi
sebagai tmepat bersantai pemilik rumah dan tamu, serta berfungsi sebagai tempat
pertunjukan yang dapat dinikmati masyarakat yang hadir di halaman rumah.
Pendhapa
adalah bangunan
terbuka, terletak dibelakang kuncung dan serambi depan yang berfungsi sebagai
tempat ruang tamu atau tempat penyelenggaraan upacara adat sehingga merupakan
ruang publik yang bersifat provan. pendhapa berasal dari kata dasar
pa-andhap-an. Andhap berarti rendhah dari lantai Dalem Ageng. bentuk dan
arsitektur mencerminkan status sosial pemilik rumah. pendhapa berbentuk joglo
dengan tumpang sari banyak dan disertai ragam hiasan, maka pemilik rumah
merupakan orang dengan status sosial yang tinggi. sedangkan bagi orang
kebanyakan bentuk pendhapa basanya limasan.
Pringgitan
adalah ruangan
diantara pendhapa dan dalem ageng yang berfungsi sebagai tempat pementasan
wayang kulit. pringgitan berasal dari kata rinngit yang berarti wayang. karena
letak pringgitan berada diantara pendhapa yang bersifat profan dan dalem ageng
yang bersifat sakral/privat, maka pringgitan bersifat semi publik atau semi
privat. pertunjukan wayang kulit dapat dinikmati dari pendhapa bagi tamu dan
masyarakat umum, sedang bagi keluwarga dan saudara menikmati pertunjukan dari
Dalem Ageng atau belakang kelir/layar
Senthong Tengah
adalah kamar
berjumlah tiga buah di dalem ageng tepatnya dibawah atap pananggap. senthong
tengah berada diantara dua saka guru sisi belakang dalem ageng yang mempunyai
kedudukan khusus dan paling di sakralkan. bagi masyarakat pedesaan, ruangan ini
khusus bagi dewi sri/dewi kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga. saat musim
panen padi, seuntai padi yang dipotong pertama kali dibalut kain batik dan
ditempatkan di senthong tengah sebagai persembahan kepada dewi sri sehingga
senthong tengah disebut Pasren yang berarti tempat untuk dewi Sri.
Senthong Tengen
merupakan senthong
(kamar) yang berada di sebelah kanan senthong tengah. senthong tengen ini
berfungsi sebagai tempat tidur bagi bapak ibu kepala rumah tangga atau pemilik
rumah.
Senthong Kiwa
berada disebelah
kiri senthong tengah, berfungsi sebagai tempat menyimpan senjata atau alat2
pertanian pemilik rumah, namun adakalanya senthong kiwa juga digunakan sebagai
tempat menyimpan bahan-bahan kebutuhan pokok keluwarga,spertti padi, palawija
dsb.
Gandhok
adalah bangunan
memanjang, terletak di sebelah kanan dan kiri dalem ageng yang dipisahkan
dengan halaman terbuka. untuk menghubungkan halaman tersebut dengan
halaman rumah bagian luar dibuat dinding pasangan bata berpintu yang disebut
deketheng. bentuk atap gandhok pada umumnya kampung atau limasan dengan
variannya. fungsi gandhok sebagai ruang tinggal keluarga/kerabat, serta
menginap tamu. gandhok tengen berfungsi sebagai ruang tidur wanita, sedang
gandhok kiwa berfungsi swbagai ruang tidur pria.
Gadri
merupakan ruangan
dibelakang dalem ageng menghadap kebelakang atau kearah pawon. karena atap
gadri ini menyatu dengan atap dalem ageng dan merupakan susunan atap ketiga
setelah Brunjung, dan penanggap yang disebut emper, maka gadri ini juga disebut
emper mburi ( emper belakang). sisi depan gadri tidak berdinding dan tidak
berpintu. fungsi gadri untuk tempat bersantai bagi keluarga sekaligus sebagai
ruang makan letaknya dekat dengan pawon (dapur)
Longkangan
adalah sebuah jalan
yang memisahkan antara pendhapa dan pringgitan. longkangan berfungsi sebagai
tempat pemberhentian kendaraan bagi pemilik rumah atau keluarga, yang disebut
juga dengan paretan, berarti tempat pemberhentian kereta. dalam
perkembanganyya halaman terbuka antara gandhok dengan dalem ageng juga disebut
longkangan, namun tidak berfungsi sebagai tempat pemberhentian kendaraan.
Pawon
pawon atau dapur
letaknya ada di dibelakang dalem ageng berhadapan dengan gadri yang dipisahkan
dengan halaman terbuka. pawon berasal dari kata dasar awu (abu) karena zaman
dulu memasak menggunakan bahan bakar kayu,apabila kayu habis terbakar
menyisakan abu (abu). selain untuk memasak pawon juga untuk menyimpan peralatan
dapur bahkan kadang juga untuk menyimpan bahan dasar makanan.
Pekiwan
adalah kamar mandi
dan toilet, letaknya dibuat terpisah dengan bangunan induk yaitu disebelah kiri
dapur. kata dasar pekiwan adalah kiwa yang berarti kiwa. pada zaman dulu
kamar mandi dan toilet dianggap tempat kotor dan berbau, sehingga harus
dijauhkan dari bangunan induk. didalam pekiwan ini juga terdapat sumur
sebagai sumber air untuk mandi,cuci, dan masak.
Gedhongan
adalahkandangkudadengankonstruksikayu, beratapdanberlantaikayu yang
tidaksebidangdenganmukatanah (panggung).
kudabagipemiliknyamerupakanbinatanggegedhug (binatang yang
diandalkanolehpemiliknya) karenasifatnya yang multifungsi, sehinggadari kata
gegedhuginikandangkudadisebutdengangedhongan. Adapula yang berpendapatbahwa
kata gedhonganinidiambildarisuara yang ditimbulkanberadunyatracak (kuku kaki
kuda) denganlantaigedhongan yang berupapapan.
http://pendopoonline.blogspot.com/2013/04/rumah-tradisional-jawa.html
di unduh tanggal 9 juni 2013 jam 11.48
Comments
Post a Comment